Hari Jum'at di Masjid Nabawi para jama'ah shalat jum'at dengan perasaan gelisah. Mereka menunggu Umar bin Khattab, Amirul Mu'minin, yang akan memberikan khutbah Jum'at. Hari semakin siang tapi Umar bin Khattab belum juga tampak. Setelah ditunggu agak lama, muncullah Umar bin Khattab dengan tergopoh-
gopoh dengan pakaian yang masih nampak basah.
Setelah naik ke mimbar beliau minta maaf dan mengatakan penyebab keterlambatannya karena harus menunggu pakaiannya kering yang baru dicuci, sebab beliau tidak punya pakaian yang lain dan karena takut jama'ah menunggu lama, beliau kenakan pakaian yang masih agak basah. Subhanalla! Seorang penguasa besar, yang Romawi dan Persi saja dalam genggamannya harus meminta maaf pada rakyatnya, hanya karena terlambat khatib itupun bukan karena disengaja.
Terlebih lagi, alasan keterlambatannya karena menunggu pakaian yang belum kering karena tidak mempunya yang lain. Dan yang masih membuat kita tercengang, baju dan jubah yang beliau kenakan ternyata sudah tertambal lebih dari 21 jahitan. Lalu kemana harta yang banyak dari wilayah yang begitu luas? Sampai-sampai pemimpinnya tidak mempunyai baju yang mewah.
Itulah Umar bin Khattan, seorang pemimpin yang bersahaja walau banyak ahli sejarah mengatakan, seandainya saja Umar bin Khattab ingin hidupnya seperti kaisar-kaisar Romawi atau raja-raja di Persi, niscaya bisa dilakukan bahkan lebih dari mereka. Tapi Umar bin Khattab bukanlah orang yang serakah akan dunia, hidupnya ia abdikan untuk kejayaan Islam dan kesejahteraan rakyatnya.
Begitulah kisah dari pemimpin yang bersahaja. Kita dapat mengambil hikmah dari kisah diatas, yaitu..
"Sebagai pemimpin seharusnya memikirkan umat atau rakyatnya. Jika memikirkan diri sendiri, siapa yang akan mengurusi rakyatnya? Sebagai pemimpin, seharusnya kita harus memikirkan kesejahteraan rakyat terlebih dahulu. Sehabis itu, baru memikirkan diri sendiri. Percayalah! Jika kita memikirkan rakyat terlebih dahulu, kita juga akan ikut measakan kesejahteraannya."